Inhil, Berantaspos.com – Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia
(PGRI) Provinsi Riau, Prof. Adolf Bastian, S.Pd., M.Pd., memicu kontroversi
setelah sambutannya di acara pengukuhan pengurus dan BKO PGRI Inhil meminta
kepala sekolah dan guru tidak perlu takut terhadap wartawan maupun LSM yang
menanyakan soal dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Dalam acara yang
digelar Kamis (28/8/2025), ia bahkan mengimbau agar pihak-pihak yang menanyakan
informasi publik agar dilaporkan ke kepolisian dan TNI.
“Tolong dibantu Bapak Polres dan Pak Dandim, kawan-kawan guru
kami jika ada oknum seperti itu diamankan karena sering diteror dan diancam
terkait dana BOS. Kita pastikan kepala sekolah bertanggung jawab dalam
mengelola pendidikan, apalagi melaksanakan BOS sesuai SOP,” ujar Adolf Bastian
di hadapan peserta.
Pernyataan tersebut sontak menuai kritik keras. Publik menilai
sikap Ketua PGRI Riau bukan hanya salah kaprah, tetapi juga berbahaya karena
bisa dianggap sebagai upaya membungkam transparansi dan mengerdilkan peran
kontrol sosial pers serta LSM.
Menyikapi hal tersebut, Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga
Indonesia (PPWI), Wilson Lalengke, S.Pd., M.Sc., M.A., mengecam keras pernyataan Ketua PGRI Riau
tersebut. “Dana BOS bukan uangnya PGRI, tapi uang rakyat yang harus
dipertanggungjawabkan kepada rakyat. Oleh karena itu, penggunaannya harus
sepengetahuan rakyat dan wajib bisa dipertanyakan oleh rakyat. Ketua PGRI itu
harus paham tentang hal tersebut, dia harus belajar banyak tentang aturan
perundangan di negara ini,” tegas alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu.
Padahal, lanjutnya, regulasi jelas menjamin hak publik untuk
mengetahui alokasi dan penggunaan dana BOS yang bersumber dari APBN. Dua aturan
utama bahkan secara eksplisit mengatur tentang hal tersebut, Pertama, UU No. 14
Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) yang menyatakan bahwa
setiap orang berhak melihat dan megnetahui informasi publik [Pasal 2 ayat (2)
huruf (a)], termasuk laporan dana BOS. Kedua, UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers
yang menegaskan perlindungan bagi wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistik,
termasuk melakukan investigasi terkait dana publik.
Menurutnya, himbauan agar wartawan dilaporkan ke polisi hanya
karena menanyakan penggunaan dana BOS adalah bentuk tindakan menghambat dan
menghalang-halangi kerja pers yang berpotensi melanggar Pasal 18 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers yang ancaman hukumannya 2 tahun
penjara dan denda Rp. 500 juta. Semestinya, PGRI justru harus mengarahkan
anggotanya, yakni para guru dan kepala sekolah untuk berhati-hati dalam
penggunaan dana BOS dan bekerja sama dengan berbagai elemen masyarakat,
termasuk pers dan LSM, untuk membantu mengawasi dan menilai kinerja mereka
dalam penggunaan dana rakyat tersebut.
“Pernyataan Ketua PGRI Riau itu merupakan preseden buruk
terhadap transparansi dan akuntabilitas para guru dan kepala sekolah sebagai
pengguna anggaran negara. Wartawan bukan musuh, mereka bekerja berdasarkan UU.
Kalau kepala sekolah merasa benar dalam mengelola BOS, kenapa takut membuka
laporan ke publik? Pernyataan Ketua PGRI jelas kontraproduktif dengan semangat
reformasi dan demokrasi,” beber Wilson Lalengke.
Pria yang pernah bertugas sebagai Guru Mata Pelajaran PPKn di
SMP Negeri Sapat, Kuala Indragiri, ini juga menambahkan bahwa PGRI seharusnya menjadi
garda terdepan dalam menanamkan nilai keterbukaan dan akuntabilitas di dunia
pendidikan, bukan malah menutup ruang pengawasan publik dan kritik. “Dana BOS
adalah uang negara, hak publik untuk mengetahuinya. Menutup-nutupinya justru
membuka peluang penyalahgunaan dana tersebut. Kalau guru dan kepala sekolah
diarahkan untuk menutup diri dari pers, apa jadinya pendidikan kita? Justru
transparansi adalah cara terbaik menjaga marwah guru dan lembaga pendidikan,”
tambahnya.
Polemik ini kembali menegaskan pentingnya keterbukaan dalam
pengelolaan dana BOS. Anggaran besar yang digelontorkan pemerintah pusat tidak
boleh dikelola secara tertutup. Sekolah wajib memasang laporan realisasi BOS di
papan informasi atau media resmi, sehingga masyarakat bisa mengawasi tanpa
harus dicurigai.
Alih-alih mengintimidasi wartawan atau LSM, sekolah justru perlu
menjadikan mereka mitra dalam pengawasan. Sebab, di balik setiap rupiah BOS ada
hak anak bangsa yang harus dijaga agar tidak disalahgunakan. (Tim/Red)